Pada zaman dahulu kala ,tak beberapa jauh dari Kampung Simpang Tiga,termasuk wilayah Kecamatan Gantung ,hidup seorang petani bersama istri dan anak gadisnya.Oleh penduduk setempat ia dipanggil Kik Cuan .Sebagai seorang petani Kik Cuan senantiasa berada disekitar lingkungan ladangnya ,yang umumnya berada ditengah hutan .Hingga ia menjadi sangat akrab kehidupan hutan dan segalah macam isinya .
Satu-satunya anak perempuan Kik Cuan bernama jerimai .Sebagai seorang perempuan,tentunya ,ia harus berkeluarga . Dan,ketika tiba saatnya,Jerimai pun dinikahkan Kik Cuan dengan seorang pemuda dari kamoung setempat .Pernikahan ini diramaikan dengan berbagai acara ,termasuk kedurian bagi orang kampung.
Beberapa waktu setelah perhelatan pernikahan Jerimai,kampung dimana Kik Cuan tinggal sering ada kejadian seorang anak yang bermain dipinggir hutan ,pemandian(bahasa setempat disebut aik arongan,red),bahkan diladang .Selain ditempat-tempat tersebut ,tidak kerap pula ada kejadian terbongkar nya kuburan orang yang baru saja meninggal.Baru saja jenazah orang meninggal dimakamkan ,keesokan harinya kuburan tersebut terbongkar secara teratur ,seperti diseruduk semacam moncong binatang yang tersisa dari jenazah yang terbongkar itu ,biasanya ,hanyalah jari kuku dan kain kafan .
Kejadian-kejadian ini menimbulkan suasana tenang dikampung Kik Cuan.Siang malam penduduk kampung selalu berjaga-jaga .Penduduk laki –laki selain menjaga diladang pada siang hari berjaga-jaga dikampung pada malam hari .Sementara kaum perempuan,selain menyiapkan makan bagi keluarga ,tak boleh lengah mengawasi anak-anak mereka ketika bermain dipinggir hutan atau ditengah ladang.
Dalam kondisi demikian ,suatu hari ,keluarga Kik Cuan mendapat undagan kedurian pernikahan anak temannya yang tinggal diwilayah Simpang Tige,sekarang rencananya ,Kik Cuan akan pergi keundangan tersebut karena temannya itu dulu banyak membantunya saat pernikahan jerimai .Lagi pula, ia tak mau menyinggung perasaan keluarga yang sudah susah-susah mengundangnya .
Cuma rawanya kondisi kampung saat itu,selalu menjadi pemikirannya untuk memenuhi undagan temannya .Sebab ia sangat tahu perjalanan menuju Kampung Simpang Tige yang akan ditempuhnya penuh resiko .Apalagi ia harus membawa seluruh anggota keluarganya ,trmasuk jerimai yang masih pengantin baru.
Mengantisipasi hal-hal tidak di inginkan keluarga Ki’ Cuan akan berangkat berombangan ,bersama-sama orang kampung.Sementara karena masih ada urusan yang harus di selesaikan sebelum berangkat, Ki’ Cuan menyusul kemudian.
Rupanya,Jerimai yang harus nya berangkat bersama rombongan orang kampung ,terlambat.Hingga ia harus berjalan sendirian, terpisah agak jauh dari rombongan didepannya .Tetapi ditengah perjalanan ,tak ada yang tahu apa yang menimpah jerimai ,sang penganten baru .
Sementara itu, dirumah ,setelah menyelesaikan tugasnya Kik Cuan bergegas menujuh rombongan keluarganya yang telah lebih duluh berangkat. Ditengah perjalanan ,Kik Cuan terkejut .Ia menemukan selembar selendang berlumuran darah dan sisa potongan tangan didekatnya .Apa yang terjadi ?Setelah mengamat-amati selendang berlumuran darah dan sisa potongan tangan tadi,yakinlah Kik Cuan telah terjadi sesuatu pada Jerimai .
Sebab selendang yang ias temukan dikenali sebagai selendang milik Jerimai yang digunakan ketika berangkat ke undangan tersebut.. Lalu dikuku jari sisa potongan tangan pun ia yakini tangan Jerimai ,sebab dikukunya terlihat pacar (kutek tradisional yang biasa di gunakan untuk pengantin,red) .
Menghadapi kenyataan itu dengan perasaan marah Kik Cuan mempercepat langkanya menujuh tempat kedurian,yakinlah ia bahwa jerimai telah mejadi korban mahluk yang meenggegarkan kampungnya akhir-akhir ini .Sebab jerimai tak ada ditempat kedurian tersebut.Setelah menceritakan temuannya itu kepada istri dan menantunya ,Ketiga orang itu pun kembali kekampungnya .
Di antara rumah,istri dan menantu Ki’ Cuan menangis sejadi-jadi nya.Malam hari nya Ki’ Cuan bermimpi yang membinasakan anak nya adalah makhluk buas.,Se ekor limpai. ( Oleh penduduk Belitung makhluk ini di gambarkan seperti babi,namun berukuran sangat besar,dan di yakini ini adalah makhluk jadi-jadian,red.).Keesoakan harinya, Ki’ Cuan mendatangi lokasi kejadian yang menimpa anaknya dan meminta pertanggungjawaban siapa yang telah membinasakan Jerimai.Sekejap kemudian,keluarlah limpai.Kepada limpai, Ki’ Cuan mengatakan akan menuntut balas atas kematian anaknya.Di tantang demikian limpai setuju dan bersedia duel dengan kehendak Ki’ Cuan.
Tujuh hari berikutnya,di daerah sekitar Genting Apit,terjadilah duel hidup mati antara Ki’ Cuan melawan Limpai.Mencapai tengah hari Ki’ Cuan telah mengeluarkan segenap kemampuan nya.Tapi,Limpai belum juga dapat di kalahkan.Walau semua senjata seperti Tombak,Keris,dan Parang sudah di gunakan,tapi tetap saja,Limpai tak bisa di kalahkan.
Lalu,keduanya sepakat beristirahat.Sambil bersitirahat Ki’ Cuan makan sirih dan campuran nya dengan urak ( lesung kecil sepanjang 15 cm dan berdiameter sekitar 5 cm,dari kayu atau bamboo,berfungsi sebagai wadah pelumat capuran sirih.Untuk melumatkan campuran sirih di dalamnya di gunakan alu kecil dari besi bergagang kayu biasa disebut mata urak,red.).Sebagian dari sirih yang telah di lumatkan,dan sebelumnya telah di mantrai,di berikan nya kepada Limpai.
Setelah itu perkelahian pun di lanjutkan.Karena tidak ada senjata lagi yang bisa di gunakan, Ki’ Cuan menjadikan mate urak sebagai senjata.Pertempuran berjalan terus.Namun keduanya masih terus bisa bertahan.Selama itu Ki’ Cuan terus berusaha mengambil kesempatan untuk berada di bawah perut Limpai.Pada saat itulah Ki’ Cuan menusukan matanya urak nya ke perut Limpai.Sekejap kemudian makhluk yang telah menggegerkan kampung Ki’ Cuan ini pun roboh.
Sebelum Limpai menghembuskan nafas terakhir,Limpai bersupah : “ Mulai saat ini setiap keturunun Ki’ Cuan tetap akan jadi muso bebuyutan ku. “
Karena sumpah itulah,hingga kini,masih banyak yang percaya,di tempat Ki’ Cuan bertempur melaawan Limpai – daerah sekitar Genting Apit,jika menyebutkan diri sebagai keturunan Ki’ Cuan,Limpai akan datang ke tempat tersebut.Sebab,itu sama saja artinya,mengundang limpai untuk berkelahi
(Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib)
0 komentar:
Posting Komentar