Asal Mula Keramat Gunung Tajam


Rabu, 21 September 2011

Pada masa pemerintahan Kiai Agus Bustam, bergelar Depati Cakraningrat IV (1700-1740 M) di Kerajaan Balok, Belitung, seorang mubalig Islam bernama Sayid Hasan bin Abdullah atau Syekh Abubakar Abdullah datang ke Belitung melalui Sungai Buding, sekitar 45 kilometer (km) dari Tanjung Pandan. Muhaligh asal Aceh ini bermaksud datang ke Belitung untuk menyebarkan agama Islam dan bermukim di Desa Buding.


Dari Desa Buding ini, beliau menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Pulau Belitung. Dalam penyebaran dan melakukan syiar Islam, Ia dibantu Tu’ Kundo, seorang muridnya yang terkenal. Tu’ Kundo inilah yang sering menobatkan orang yang sering dianggap kafir untuk masuk islam. Tugas cukup berat bagi seorang mubaligh. Karena itu tidak mengherankan kalau keduanya selalu mendapatkan tantangan. Namun, dengan hati tabah kedua mubaligh ini terus menjalankan kegiatan syiarnya. Singkat cerita, tanpa terasa sudah banvak daerah yang penduduknya telah masuk Islam. Setiap daerah yang penduduk nya telah masuk Islam, didirikan sebuah mesjid untuk tempat ibadah. Mesjid pertama yang dibangun Syekh Abuhakar Abdullah berada di Kampung Badau, sekitar 22 km dari Tanjungpandan.

Kuatnya syiar yang dilakukan Syekh Abubakar Abdullah hingga banyak penduduk masuk agama Islam, tak pelak membuat Kiai Agus Bustam yang pada saat itu tengah memerintah di Kerajaan Balok merasa takut kehilangan kepercayaan dari rakyatnya. Hingga ia melakukan berbagai cara agar kepercayaan rakyat kepadanya tak berkurang. Bahkan, ia tak segan-segan untuk bertempur.

Suatu ketika, Kiai Agus Bustam mendatangi Syekh Abubakar Abdullah untuk membunuhnya. Syekh Abdullah tak gentar. Sebagai seorang mubaligh beliau tak takut meninggal. Upaya Kiai Bustam untuk membunuhnya ia hadapi dengan gagah berani, hingga terjadilah perang tanding antara keduanya. Namun, setelah bertempur cukup lama dan berbagai jurus sudah dikeluarkan Kiai Agus Bustam, Syekh Abdullah tak juga terbunuh. Hingga akhirnya, Syekh tersebut berujar kepada Kiai Agus Bustam, “Raje kalu’ mimang benar-benar nak muno aku, ndak usa gini carenye. Tapi cukup pakai jarum emas nok ade bang keminangan aku terus cucokkan ke ujong jempol kaki kanan aku.”
Rupanya niat Kiai Agus Bustam untuk membunuh Syekh Abdullah memang telah bulat. Setelah tahu kelemahan Syekh Abdullah, tanpa membuang waktu ia mengambil jarum emas di keminangan Syekh Abdullah dan menusukkannya ke jari yang disebutkan. Seketika itu juga syekh dari Aceh itu roboh. Wafat meninggalkan dunia yang fana berbalut amal kebaikan serta nama besar sebagai penyebar agama Islam pertama di Belitung.

Sebenarnya, kepada Tu’ Kundo, Syekh Abdullah pernah berpesan, “Kalu’ aku mati kelak, kuborkan aku di antare langit dan bumi“. Namun, karena saat meningal Tu’ Kundo sedang di luar Belitung, oleh pengikut yang lain jenazah Syekh Abdullah dimakamkan pada sebidang tanah di sekitar hulu Sungai Air Batu, Buding.
Dua—tiga bulan setelah kematian Syekh Abdulhah, Tu’ Kundo kembali ke Belitung. Diceritakanlah oleh para pengikutnya kepada Tu’ Kundo tentang apa yang terjadi pada Syekh Abubakar Abdullah. Mendengar cerita itu, Tu’ Kundo terdiam. Tak tahu apa yang harus diperbuat. Yang ia ingat hanya pesan Syekh Abdullah kepadanya tempo hari.

Ingat pesan itu, ia pun berpikir keras menafsirkannya. Setelah difikir-fikir mengertilah Tu’ Kundo, yang dimaksud dikubur antara langit dan bumi adalah di atas puncak tertinggi gunung yang ada di Belitung.
Nah tak jauh dan makam Syekh Abdullah terdapat Gunung Tajam, gunung tertinggi di Belitung dengan dua puncak, kerap disebut Gunung Tajam laki dan Gunung Tajam bini. Diantara dua puncak ini, yang tertinggi adalah Gunung Tajam bini. Karena itulah, kemudian Tu’ Kundo memutuskan untuk memindahkan jasad Syekh Abdullah dari hulu Sungai Air Batu Buding ke puncak Gunung Tajam bini, yang berjarak sekitar delelapan kilometer.

Singkat cerita bersama pengikutnya yang lain, Tu’ Kando pun membongkar makam Syekh Abdullah. Satu keajaiban terjadi selama pembongkaran makam itu dilakukan. Jasad Syekh Abdullah yang sudah dimakamkan selama kurang lebih tiga bulan tak sedikit pun ada perubahan. Kalau pun ada hanya sebuah koreng kecil pada ujung jempol kaki kanannya, bekas tusukan jarum mas. Juga tak ada bau busuk yang menebar. Malah yang terjadi sebaliknya. Bau wangi merebak kemana-mana. Sebelum dibawa ke puncak Gunung Tajam laki, jasad Syekh Abdullah dibungkus dengan kulit kayu kepang.

Namun, masalah baru kembali dihadapi Tu’ Kundo. mengingat jalan dari hulu sungai Air Batu Buding menuju puncak Gunung Tajam laki yang berjarak sekitar delapan kilometer, hanya jalan setapak, Tu’ Kundo dan pengikut Syekh Abdullah kesulitan untuk menemukan jalan menuju puncak dan menentukan tempat yang cocok untuk untuk pemakaman. Untuk itulah kemudian mereka menetapkan kucing kesayangan Syekh Abdullah sebagai penuntun menuju puncak.

Singkat cerita, dengan dibungkus kulit kayu kepang, Tu’ Kundo beserta pengikut lainnya dan masyarakat mengiringi kucing kesayangan Syekh Abdullah menuju puncak Gunung Tajam. Satu keajaiban kembali terjadi. Sepanjang perjalanan menuju puncak tak hentinya semerbak bau kembang setaman.
Keajaiban lain juga terjadi, sesampainya di satu tanah datar di puncak Gunung Tajam laki, kucing kesayangan Syekh Abdullah mati. Kematian kucing tersebut dianggap Tu’ Kundo sebagai syarat bahwa di tempat itulah jasad Syekh Abdullah harus di makamkan. Sesuai dengan amanah, di tempat itulah kemudian jasad Syekh Abdullah dimakamkan.

Saat menggali kuburan untuk Syekh Abdullah kembali keajaiban terjadi. Selama tujuh hari tujuh malam penggalian, silih berganti menebar bau wangi dan busuk. Hal itu membuat masyarkat yang ikut ke pemakaman tersebut pulang, hingga akhirnnya menyisakan tujuh murid Syekh Abdullah. Akhirnya, setelah penggalian kuburan selesai jasad Syekh dimakamkan, sementara di ujung kakinya dimakamkan kucing kesayangan beliau.

Karena dikuburkan di puncak Gunung Tajam, Sayid Hasan bin Abdullah atau Syekh Abubakar Abdullah kemudian hari dikenal sebagai Keramat Gunung Tajam atau Datuk Gunung Tajam. Kini, makam Keramat Gunung Tajam itu menjadi tempat ziarah, yang selalu ramai dikunjungi orang terutama umat Islam

Sumber Cerita : Buku Cerita Kampung Rakyat Belitung oleh Bule Sahib

0 komentar:

Lokasi