Risiko kredit (credit risk)


Jumat, 16 Desember 2011

Risiko kredit (credit risk) didefinisikan sebagai risiko kerugian yang terkait dengan kemungkinan kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya; atau risiko bahwa debitur tidak membayar kembali utangnya.

Contoh
Bank A memberikan kredit perumahan kepada debitur perorangan. Saat memberikan kredit tersebut, bank memiliki risiko bahwa sebagian – atau seluruh – debitur perorangan tersebut akan gagal membayar bunga ataupun pokok kredit yang diterimanya.

Risiko kredit timbul dari adanya kemungkinan bahwa kredit yang diberikan oleh bank, atau obligasi yang dibeli, tidak dapat dibayarkan kembali. Risiko kredit juga timbul dari tidak dipenuhinya berbagai bentuk kewajiban pihak lain kepada bank, seperti kegagalan memenuhi kewajiban pembayaran dalam kontrak derivatif.

Untuk sebagian bank, risiko kredit merupakan risiko terbesar yang dihadapi. Pada umumnya, marjin yang diperhitungkan untuk mengantisipasi risiko kredit hanyalah merupakan bagian kecil dari total kredit yang diberikan bank dan oleh karenanya kerugian pada kredit dapat menghancurkan modal bank dalam waktu singkat.

Contoh
Barclays Bank
Pada bulan Maret 1993 Barclays Bank di Inggris mengumumkan kerugian sebesar GBP 244 juta untuk tahun 1992, walaupun telah membentuk provisi sebesar GBP 2,5 miliar untuk kredit macet (bad debt) dan kredit yang diragukan (doubtful debt) pada tahun berjalan. Termasuk dalam jumlah provisi tersebut adalah pembentukan provisi tertinggi dalam sejarah sebesar GBP 240 juta untuk pemberian kredit sebesar GBP 422 juta kepada IMRY, sebuah perusahaan pengembang properti. Besarnya kerugian ini berawal dari kejatuhan harga properti di Inggris pada awal tahun 1990-an.

Metode pengelolaan risiko kredit
Bank menggunakan sejumlah teknik dan kebijakan dalam mengelola risiko kredit untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya atau dampak dari kerugian kredit (dikenal dengan mitigasi risiko kredit). Teknik dan kebijakan tersebut adalah:
model pemeringkatan (grading model)untuk kredit perorangan
manajemen portofolio kredit
sekuritisasi
agunan
pengawasan arus kas
manajemen pemulihan (recovery management).
Untuk meningkatkan pemahaman pembaca mengenai risiko kredit, berbagai metode di atas dijelaskan di bawah ini.

Model pemeringkatan (grading model)
Kredit yang diberikan bank setiap saat dapat menjadi bermasalah namun kemungkinannya menjadi kecil jika bank menerapkan kebijakan pemberian kredit yang sehat. Langkah pertama adalah menciptakan model pemeringkatan kredit sebagai sarana untuk menetapkan kemungkinan terjadinya default. Dalam hal ini bank melakukan kalibrasi risiko yang pada gilirannya akan memungkinkan bank untuk menetapkan suatu probabilitas tertentu untuk setiap kejadian yang tidak diinginkan (yang dikenal dengan probability of default/PD). Cara ini memungkinkan bank untuk memastikan bahwa portofolio kredit bank tidak terkonsentrasi pada kredit berkualitas buruk yang memiliki kemungkinan default yang tinggi.

Lembaga pemeringkat kredit seperti Moody’s Investors Service dan Standard & Poor’s menggunakan model pemeringkatan untuk menghasilkan berbagai peringkat yang sensitif terhadap risiko (peringkat kredit). Peringkat kredit ini digunakan untuk menetapkan risiko kredit obligasi.

Contoh
Model pemeringkatan faktor tunggal
Bank A memberikan kredit perumahan kepada debiturnya. Untuk minimalkan risiko kredit, bank membuat sebuah model pemeringkatan yang sederhana. Dalam kasus ini Bank A mengelompokkan kredit tersebut berdasarkan prosentase kredit yang diberikan kepada debitur terhadap nilai properti saat ini. Bank kemudian menghitung probabilitas potensi kerugian dari setiap kelompok kredit dan menyesuaikan kebijakan pricing-nya agar terdapat keseimbangan dalam portofolio kredit bank.

Ekspektasi bank dalam hal ini adalah bahwa potensi kerugian atas pemberian kredit sebesar 50% dari nilai properti saat ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan potensi kerugian dari pemberian kredit sebesar 100% dari nilai properti. Selanjutnya bank akan berupaya menyesuaikan pricing kredit yang diberikan dalam rangka mengoptimalkan pengembalian (return) atas risiko yang dihadapi.

Dalam penerapannya, model pemeringkatan mempertimbangkan pula beberapa faktor tambahan. Misalnya, persentase pendapatan debitur yang digunakan untuk membayar bunga kredit, riwayat pekerjaan debitur, dan jumlah tahun pembayaran kembali kredit dibandingkan dengan usia debitur. 

Basel II secara spesifik membahas model pemeringkatan sebagai bagian dari kerangka kerja risiko kredit.

Manajemen portofolio kredit
Bank dengan cara yang sama mengukur portofolio kreditnya untuk memberikan keyakinan bahwa kredit yang diberikan tidak terlalu terkonsentrasi pada satu industri atau wilayah geografis tertentu. Hal ini memungkinkan bank untuk melakukan diversifikasi pada portofolio kredit-nya sehingga risiko terjadinya default yang bersifat sistemik dapat ditekan. Analisis seperti ini dikenal sebagai cohort analysis dan dapat digunakan baik pada kredit korporasi maupun perorangan. 

Sekuritisasi
Basel II mempersyaratkan bank untuk memperkirakan dampak gejolak ekonomi dan memastikan bahwa kegiatan usahanya telah didukung dengan permodalan yang memadai untuk mengantisipasi dampak gejolak ekonomi tersebut. Selain mengalokasikan modal pada tingkat yang mencukupi, bank juga melakukan tindakan-tindakan lain untuk melindungi kegiatan usahanya. Salah satu teknik yang digunakan bank untuk melindungi dirinya dari gejolak ekonomi adalah dengan mengemas dan menjual sebagian portofolio kreditnya kepada investor dalam bentuk surat berharga. Teknik ini dikenal sebagai sekuritisasi.

Sekuritisasi memungkinkan bank untuk mengurangi potensi eksposur yang tinggi pada suatu jenis kredit tertentu yang menurut skenario bank menunjukkan tingkat risiko atau konsentrasi risiko yang paling tinggi. Sekuritisasi memungkinkan bank menggunakan dana yang dihasilkan dari penjualan aktiva dan menginvestasikannya pada aktiva lain yang dianggap memiliki risiko lebih rendah.

Peran agunan
Agunan (collateral) didefinisikan sebagai aktiva yang diperjanjikan oleh debitur untuk mendapatkan kredit dan dapat diambil alih dalam hal terjadi default. Agunan memiliki peranan penting dalam kebijakan pemberian kredit yang diterapkan bank. Agunan dapat memiliki bentuk yang beragam. Bantuk agunan yang paling mudah dikenali dan paling aman adalah uang tunai, sementara bentuk yang paling umum adalah properti hunian (residential property).

Contoh
Bank A memberikan kredit kepada seorang debitur untuk membeli sebuah rumah dan, sebagai jaminan, bank diberikan hak untuk mengambil alih kepemilikan rumah tersebut jika pembayaran kembali kredit tidak dilakukan sesuai jadwal. Dalam contoh ini, rumah di atas menjadi agunan atas kredit perumahan yang diberikan bank.

Bank perlu memastikan bahwa agunan yang diterima benar-benar dapat digunakan untuk memitigasi risiko saat debitur mengalami default. Bentguk agunan yang diserahkan seringkali bersifat spesifik sesuai dengan kegiatan usaha yang dibiayai. Jika kegiatan usaha tersebut secara umum tidak menguntungkan, maka aktiva debitur yang bersangkutan akan dinilai rendah. Dalam hal ini bank harus memastikan bahwa agunan tetap memiliki nilai yang cukup dalam hal terjadi default.

Contoh
Bank A memberikan kredit kepada sebuah pabrik mobil dan menerima hak untuk mengambil alih kepemilikkan pabrik dan peralatannya dalam hal terjadi default. Karena kurangnya penjualan, pabrik mobil tersebut gulung tikar dan tidak dapat membayar kembali kreditnya. Bank A mengambil alih kepemilikan pabrik dan peralatannya. Namun demikian karena kondisi umum industri mobil sedang mengalami penurunan, peralatan tersebut memiliki nilai jual kembali yang rendah. Dalam hal ini, nilai agunan jauh lebih kecil dari kredit yang masih harus dibayar sehingga Bank A menderita kerugian yang cukup besar. 

Basel I sangat membatasi jenis agunan yang dapat diakui. Namun demikian jenis agunan yang diakui dalam Basel II lebih beragam, khususnya pada pendekatan Internal Ratings-Based (IRB) dalam risiko kredit. (Pendekatan Internal Ratings-Based dalam risiko kredit akan dibahas secara lebih rinci pada tingkatan sertifikasi berikutnya.) 

Monitoring arus kas
Sebagian bank yang mengalami tingkat default yang tinggi menemukan bahwa tindakan segera terhadap situasi kredit yang memburuk dapat mengurangi permasalahan secara signifikan. Bank-bank tersebut menurunkan risiko kreditnya dengan cara:
membatasi tingkat eksposur (dikenal sebagai EAD/Exposure at Default), dan
memastikan bahwa nasabah bereaksi cepat terhadap keadaan yang berubah.
Beberapa model kredit memberikan perhatian khusus terhadap arus kas perusahaan dan perorangan yang tercermin dalam rekening bank mereka.

Manajemen pemulihan
Manajemen yang efisien terhadap suatu kredit yang mengalami default dapat menghasilkan pemulihan (recovery) yang cukup besar dibandingkan tingkat kerugian semula. Oleh karena itu, sebagian bank menciptakan unit kerja yang secara khusus ditugasi untuk menangani pemulihan kredit macet sebagai bagian dari proses manajemen risiko kredit yang berkualitas tinggi. 

Loss given default (LGD) adalah perkiraan kerugian yang akan diderita oleh bank sebagai akibat terjadinya default. Penetapan LGD dan pengelolaannya secara bersama-sama berperan dalam pendekatan Internal Rating-Based untuk menghitung modal berdasarkan risiko kredit. Nilai LGD dalam pendekatan Advanced IRB secara langsung dipengaruhi oleh estimasi bank mengenai jumlah yang dapat dipulihkan dari suatu kredit yang mengalami default.

0 komentar:

Lokasi