UBAI BIN KA’AB


Kamis, 01 Desember 2011


“SELAMAT BAGIMU, HAI ABUL MUNZIR, ATAS ILMU YANG KAMU CAPAI … !” 

Pada suatu hari Rasulullah saw. menanyainya: “Hai Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” Orang itu menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!” Nabi saw. mengulangi pertanyaannya: “Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?” Maka jawabnya:
“Allah tiada Tuhan melainkan Ia, Yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur’..(Q-S. 2 al-Baqarah:255)
Rasulullah saw. pun menepuk dadanya, dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, katanya: “Hai Abul Munzir! Selamat bagi anda atas ilmu yang anda capai!”
Abul Munzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasul yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu tiada lain dari Ubai bin Ka’ab, seorang shahabat yang mulia ….
Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Kharraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian ‘Aqabah, pedang Badar dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia di kalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mu’minin Umar sendiri pernah mengatakan tentang dirinya:
“Ubai adalah pemimpin Kaum Muslimin …
Ubai bin Ka’ab merupakan salah seorang perintis dari penulis-­penulis wahyu dan penulis-penulis Surat. Begitupun dalam menghafal al-Quranul Karim, membaca dan memahami ayat­-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.
Pada suatu hari Rasulullah saw. mengatakan kepadanya: “Hai Ubai bin Ka’ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan al-Quran padamu”. Ubai maklum bahwa Rasulullah saw. hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu . . .. Maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, ibu-bapakku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebut namaku?” Ujar Rasulullah:
“Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi… !”
Seorang Muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi saw. pastilah la seorang Muslim yang Agung, amat Agung . . . ! Selama tahun-tahun persahabatan, yaitu ketika Ubai bin Ka’ab selalu berdekatan dengan Nabi saw., tak putus-putusnya ia mereguk dari telaganya yang dalam itu airnya yang manis. Dan setelah berpulangnya Rasulullah, Ubai bin Ka’ab menepati janji­nya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadat, dalam ke­teguhan beragama dan keluhuran budi . . . . Di samping itu tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkan­nya mereka akan masa-masa Rasulullah masih hidup, diperingat­kan keteguhan iman mereka, sifat zuhud, perangai dan budi pekerti mereka.
Di antara ucapan-ucapannya yang menaguinkan yang selalu didengungkannya kepada shahabat-shahabatnya ialah: “Selagi kita bersama Rasulullah tujuan kita satu ….
Tetapi setelah ditinggalkan beliau tujuan kita bermacam-­macam, ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan … !”
Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menetapi zuhud terhadap dunia, hingga tak dapat terpengaruh dan terpedaya. Karena ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahan nya. Sebagaimana jugs corak hidup manusia, betapapun ia berenang dengan lautan kesenangan, dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia menemui maut di mana segalanya akan berubah menjadi debu, sedang di hadapannya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk ….
Mengenai dunia, Ubai pernah melukiskannya sebagai ber­ikut:
“Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri, dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia, biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya … ?”
Bila Ubai berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang, disebabkan sama terpukau dan terpikat, sebab apabila ia berbicara mengenai Agama Allah tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu.
Tatkala wilayah Islam telah meluas, dan dilihatnya sebahagi­an Kaum Muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat pada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam: “celaka mereka, demi Tuhan! Mereka celaka dan mencelakakan! Tetapi saya tidak menyesal melihat nasib mereka, Hanya saya sayangkan ialah Kaum Muslimin
“yang celaka di­sebabkan mereka … !”
Karena keshalehan dan ketaqwaannya, Ubai selalu menangis setiap teringat akan Allah dan hari yang akhir . . . . Ayat-ayat al-Quranul Karim baik yang dibaca atau yang didengarnya semua menggetarkan hati dan seluruh persendiannya.
Tetapi suatu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, jika dibaca atau terdengar olehnya akan menyebabkannya diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah:
“Katakanlah: Ia kuasa akan mengirim siksa pada kalian, baik dari atas atau dari bawah kaki kalian, atau membaur­kan kalian dalam satu golongan terpecah-pecah, dan ditimpakan-Nya kepada kalian perbuatan kawannya sendiri… !”    (Q.S. 6 al-An’am: 65)
Yang paling dicemaskan oleh Ubai terhadap ummat Islam ialah datangnya suatu generasi ummat bercakar-cakaran sesama mereka.
Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah . . . dan berkat karunia Berta rahmat-Nya, hal itu diperolehnya, dan ditemui­nya Tuhannya dalam keadaan beriman, aman tenteram dan memperoleh pahala ….

0 komentar:

Lokasi